Pemanfaatan
sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti
permintaan yang cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya.
Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan
taktik penangkapan (fishing technique and fishing tactics) untuk dapat
memproduksi secara lebih efektif dan efisien.
Berhasil
tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah tergantung pada
bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada
dan bagaimana operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dapat dilakukan
dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan diantaranya dengan menggunakan alat
bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu penangkapan yang umum digunakan dalam
operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya dengan menggunakan rumpon
(FAD) dan cahaya lampu (Light Fishing).
Secara alami
tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan (Fishing ground) berdasarkan
pengalaman nelayan, yang catchable area diantaranya ditandai oleh :Warna
perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya ; Ada banyak burung
beterbangan dan menukik-nukik ke permukaan air ; Banyak buih di permukaan air ;
dan Umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang
hanyut di perairan atau bersama dengan ikan yang berukuran besar seperti paus.
Dengan adanya rumpon dan penggunaan cahaya lampu disuatu perairan maka daerah
penangkapan ikan dapat dibentuk, sehingga nelayan dan unit kapal penangkap ikan
tidak tergantung lagi dengan tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan yang
bergantung pada kondisi lingkungan alami perairan. Oleh karena itu dengan
penggunaan rumpon (FAD) dan light fishing dapat dikatakan sebagai pembentuk
daerah penangkapan ikan buatan (Artificial fishing ground)
PEMBENTUKAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DENGAN LIGHT
FISHING
Sejarah Perikanan Light Fishing di Indonesia
Beberapa
alat tangkap dalam pengoperasiannya menggunakan bahan dan alat tertentu untuk
memberikan rangsangan guna menarik perhatian ikan. Salah satu alat yang
digunakan untuk memberikan rangsangan pada ikan adalah cahaya. Cahaya digunakan
untuk menarik perhatian ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan akan
direspons dengan berkumpulnya ikan pada sumber cahaya atau catchable area
tertentu untuk kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring maupun alat pancing
lainnya. Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya
disebut dengan light fishing.
Menurut
Brant (1984) light fishing atau penangkapan ikan dengan cahaya adalah suatu
bentuk dari umpan yang berhubungan dengan mata (optical bait) yang digunakan
untuk menarik dan untuk mengumpulkan ikan. Light fishing oleh Brant (1984)
diklasifikasikan ke dalam kelompok attracting concentrating and fringhting
fish, karena dalam hal ini cahaya digunakan untuk mengumpulkan (concentrating)
ikan pada suatu daerah tertentu sehingga mudah untuk dilakukan operasi
penangkapan.
Pada awalnya
penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan ikan di Indonesia belum diketahui
secara pasti siapa yang memperkenalkannya. Namun yang jelas sekitar tahun
1950an di pusat-pusat perikanan Indonesia Timur, dimana usaha penangkapan
cakalang dengan pole and line marak dilakukan, penggunaan cahaya (lampu) untuk
penangkapan ikan telah dikenal secara luas. Penggunaan cahaya listrik dalam
skala industri penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun
1900 untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan
pesat setelah Perang Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak
tahun 1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov,
1975)
Agar cahaya
dalam kegiatan light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal,
diperlukan syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
1.
Mampu mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada jarak
yang jauh (horizontal maupun vertikal)
2. Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar
sumber cahaya, di mana mungkin akan tertangkap (catchable area).
3. Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat)
4. Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse). Sumber: Sudirman (2003)
3. Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat)
4. Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse). Sumber: Sudirman (2003)
Sumber Cahaya sebagaia Alat Bantu Penangkapan
Dalam
perkembangannya beberapa sumber cahaya yang digunakan sebagal alat bantu
penangkapan di Indonesia antara lain:
A.
Obor
Obor dibuat
dari bambu yang kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian
ujung atasnya. Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi
perahu sedemikian rupa sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan
air. Penggunaan alat ini memiliki beberapa kelemahan yaitu cahayanya mudah
berubah oleh tiupan angin dan bila turun hujan alat ini tidak dapat digunakan.
Dahulu alat ini banyak digunakan untuk penangkapan di Selat Bali. namun
sekarang penggunaannya sulit ditemukan lagi.
B.
LampuPetromaks
Lampu
petromaks umumnya memiliki kekuatan cahaya 200 lilin atau sekitar 200 watt.
Terdapat dua jenis lampu yang digunakan oleh nelayan yaitu lampu petromaks
dengan bola gelas yang berada pada bagian bawah dan tabung lampu yang berada di
atas, sedangkan yang satu lagi adalah petromaks dengan tabung minyak pada
bagian bawah dan lampu berupa kaos lampu pada bagian atas. Di daerah Indonesia
bagian timur penggunaan petromaks jenis kedua biasa dilakukan untuk melakukan
penangkapan ikan di pinggiran pantai dengan cara menombak. Spesifikasi cahaya
lampu petromaks umumnya dipengaruhi oleh cahaya bulan. Oleh karena itu,
biasanya lampu petromaks tidak efisien jika digunakan pada saat terang bulan
(purnama). Keadaan ini disebabkan karena pada kondisi demikian ikan-ikan akan
cenderung menyebar di dalam kolom air dan tidak naik ke atas permukaan air.
Pada saat terang bulan umumnya nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu
sebagai alat penarik ikan, tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso,
1985).
C.
LampuListrik
Meskipun
pemakaian lampu yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan
efisien, sebab penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun
penggunaan lampu listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas.
Hal ini karena dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di
beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai
berkembang setelah perang dunia II. Penggunaan cahaya sebagai alat bantu
penangkapan di Indonesia dewasa ini hampir merata di seluruh wilayah. Di
Indonesia nelayan tradisional lebih banyak menggunakan lampu strongking dan
petromaks dalam operasi penangkapan, sedangkan lampu listrik lebih sering
digunakan oleh kapal-kapal penangkapan yang lebih modern. Pada usaha
penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur, cahaya digunakan untuk
menangkap umpan hidup (life bait fish).
Persyaratan Daerah Penangkapan Ikan Buatan dengan Alat
bantu Cahaya
Operasi
penangkapan dengan menggunakan alat bantu cahaya tidak dapat dilakukan pada
setiap kondisi, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal. Beberapa persyaratan dalam
penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dengan
memperhatikan antara lain.
a)
Syarat Lingkungan
Persyaratan
utama dalam penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah
kondisi lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi
lebih efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan
pada malam yang gelap. Fase bulan menjadi faktor yang menentukan gelap dan
terangnya bulan. Light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan
gelap, dengan demikian cahaya lampu tidak dapat dioperasikan pada siang hari.
Pada saat bulan terang penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi
sangat tidak efektif. Akibat adanya cahaya lain yang turut mempengaruhi
behavior dari ikan-ikan di perairan. Kondisi ini biasanya diantisipasi oleh
nelayan dengan menggunakan cahaya yang lebih terang, namun hal ini hanya akan
sedikit membantu dalam operasi penangkapan.
Selain dari
fase bulan keadaan keadaan tingkat kekeruhan dalam perairan juga akan
mengurangi daya tembus cahaya di perairan pada akhirnya hal ini mempengaruhi
efisiensi penggunaan cahaya. Dalam keadaan cuaca yang baik dan arus laut yang
tidak terlalu kencang, operasi penangkapan dengan menggunakan lampu akan
memberikan pengaruh positif terhadap hasil tangkapan. Arus yang terlampau
kencang akan mempengaruhi posisi alat tangkap di dalam air
Syarat Penangkapan
Selain
faktor-faktor lingkungan diatas, ada beberapa syarat lain yang menentukan
keberhasilan suatu operasi penangkapan. Beberapa syarat yang perlu diperhatikan
antara lain.
1.)
Cahaya yang akan digunakan harus tepat untuk jenis
ikan yang akan ditangkap dengan mengetahui behavior dari ikan-ikan yang hendak
ditangkap terhadap jenis cahaya.
2.) Cahaya yang digunakan juga harus mampu menarik ikan
pada jarak yang jauh baik vertikal maupun horisontal, untuk syarat ini biasa
digunakan cahaya berwarna biru atau hijau.
3.)
Ikan-ikan diusahakan untuk berkumpul pada area
penangkapan tertentu.
4.)
Waktu yang tepat untuk menentukan mulai penangkapan
terhadap ikan-ikan yang telah berkumpul.
PENGEMBANGAN RUMPON DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Definisi Rumpon
Rumpon atau
Fish Aggregating Device (FAD) adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan
ikan yang dipasang dilaut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan
tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar
rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka
kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak
lagi berburu ikan (berdasarkan ruayanya) tetapi cukup melakukan kegiatan
penangkapan ikan disekitar rumpon tersebut.
Definisi
rumpon menurut SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 adalah alat bantu penangkapan
ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Selanjutnya dalam SK
Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon
menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis rumpon,yaitu:
11.Rumpon Perairan Dasar adalah alat bantu penangkapan
ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut.
22.Rumpon Perairan Dangkal adalah alat bantu penangkapan
ikan yang dipasang dan ditempatkan padaperairan laut dengan kedalaman sampai dengan
200 meter.
33.Rumpon Perairan Dalam,. adalah alat bantu penangkapan
ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas
200 meter.
Sumber :
BPPL (1991)
Menurut
Naamin dan Kee-Cahi Chong (1987), pada awal penggunaan rumpon laut dalam di
Sorong antara tahun 1985 sampai 1986, ternyata dapat meningkatkan hasil
tangkapan total sebesar 105% dan hasil tangkapan per satuan upaya sebesar 142%.
meningkatkan pendapatan pemilik rumpon sebesar 367%, mengurangi pemakaian bahan
bakar minyak untuk kapal sebesar 64,3% serta mengurangi pemakalan umpan hidup
sebesar 50%. Namun dengan bertambahnya
penggunaan rumpon maka terlihat kecenderungan menurunnya hasil tangkapan per satuan
upaya (CPUE).
Sejarah Rumpon (FAD) di Indonesia
Rumpon telah
lama dikenal di Indonesia, terutama di daerah Sulawesi Selatan yang dikenal
sebagai ‘rompong mandar”. Didaerah Indonesia Bagian Timur lain seperti di
Sorong, Fakfak. Maluku Utara, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Sulawesi Tenggara
berkembang dengan alat tangkap pancing huhate (pole and line) dan pancing ulur
(handline) rumpon jenis ini biasanya dipasang di perairan laut dalam untuk
menangkap ikan-ikan pelagis besar. Sedangkan rumpon laut dangkal berkembang
penggunaannya di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa dengan alat tangkap purse
seine mini.
Teknologi
rumpon laut dalam baru dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1985 untuk
penangkapan ikan pelagis besar. Metode pemasangan dan dua jenis rumpon tersebut
hampir sama dan perbedaannya hanya pada daerah pemasangan serta bahan yang
digunakan. Pada rumpon laut dangkal digunakan dari alam seperti bambu, rotan.
daun kelapa dan batu kali.Sebaliknya pada rumpon laut dalam sebagian besar dari
bahan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali nylon dan
semen.
Penggunaan
rumpon sebagai alat bantu penangkapan belum menyebar di seluruh wilayah
perairan Indonesia terutama untuk rumpon laut dalam. Penggunaan rumpon laut
dalam di wilayah Indonesia Bagian Barat atau Samudera Indonesia dapat dikatakan
belum ada.
Menurut
Atapattu (1991). penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan mempunyai
tujuan utama untuk meningkatkan laju tangkap dengan pengurangan biaya produksi,
mengurangi waktu untuk mencari gerombolan ikan sehingga mengurangi biaya
operasi kapal, meningkatkan efisiensi penangkapan serta memudahkan operasi
penangkapan ikan yang berkumpul di sekitar rumpon.
Rumpon
sebagai alat bantu penangkapan dipasang di tengah laut. Oleh sebab itu agar
rumpon dapat berfungsi dengan dengan baik sesuai dengan tujuannya. maka dalam
pemasangannya diperlukan adanya informasi tentang kedalaman, kecerahan air.
arus. suhu, salinitas dan keadaan topografi dan dasar perairan dimana rumpon
akan dipasang. Informasi dasar tersebut sangat diperlukan untuk diketahui agar
dalam pemasangan rumpon benar-benar tepat pada perairan yang diharapkan dan
menghindari rumpon putus. Pemasangan rumpon harus pula memperhatikan aspek
biologis dan ikan yang menjadi sasaran penangkapan. Hal ini bertujuan agar
rumpon yang dipasang benar-benar pada perairan yang subur dan banyak ikannya.
Tingkah Laku Ikan Di Sekitar Rumpon
Asikin
(1985) mengemukakan bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon karena berbagai
sebab, antara lain:
1.
Rumpon sebagai tempat bersembunyi di bawah
bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan tertentu.
2.
Rumpon sebagai tempat berpijah bagi beberapajenis ikan
tertentu.
3.
Rumpon itu sebagai tempat berlindung bagi beberapa
jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Samples dan
Sproul (1985) mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di sekitar rumpon
disebabkan karena:
1.
Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi
beberapa jenis ikan tertentu.
2.
Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground)
bagi ikan-ikan tertentu.
3.
Rumpon sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi
ikan-ikan tertentu.
4.
Rumpon sebagai tempat berlindung (shelter) dan
predator bagi ikan-ikan tertentu.
5. Rumpon sebagai tempat sebagai titik acuan navigasi
(meeting point) bagi i kan-ikan tertentu yang beruaya.
Rumpon yang
dipasang. pada suatu perairan akan dimanfaatkan oleh kelompok ikan tertentu
sebagai tempat berlindung dan serangan predator. Kelompok jenis ini akan
berenang-renang dengan mengusahakan agar posisi tubuh selalu membelakangi
bangunan rumpon. Selain sebagai tempat berlindung, rumpon diibaratkan sebagai
pohon yang tumbuh di padang pasir yang merupakan wadah pemikat kelompok ikan
(Subani, 1972).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar